Lama sekali saya tidak menulis di blog
tercinta ini. Sebenarnya ini tulisan udah berbulan-bulan yang lalu terbitnya,
tapi karena keterbatasan waktu dan pikiran, akhirnya saya curahkan hari ini.
Kebetulan saya tadi waktu pulang ketemu demo juga. Mangkel banget rasanya di
hati. Jam 17.40 masih ada demo. Edan tenan to? Udah adzan maghrib tuh. Bareng
sama waktu pulang beraktivitas. Jadi kondisi jalan lagi ramai-ramainya. Lewat
Malioboro yang udah biasa macet karena buat mangkal taksi, becak dan
sebangsanya, eh ada demo pula. Kampret tenan.
Oke flash back ke 2 Mei 2014. Diajak kawan
buat ikut demo di Kepatihan. Wah sepertinya asik nih. Jarang-jarang saya
meliput demo secara langsung. Biasanya cuma ngliput demo masak aja sama ibu-ibu
dasteran.
Sip setelah sholat Jumat saya bergegas menuju
Kepatihan. Jam 1 belum pada datang rombongan demonya. Sekitar jam 2an baru
datang mereka di Kepatihan. Menyuarakan penghapusan PPG, UKT, Diskriminasi, dan
lain sebagainya yang bias kita lihat pada gambar di bawah ini..
Tapi hey ada yang lucu. Hapus presensi 75%
permintaan merekia. Haduh haduh. Ha mbok mending rasah kuliah deh neg kayak
gitu caranya. Kalian tu mbayar buat dapat ilmu di kampus. Datang, duduk,
dengarkan, pulang. Kalo Cuma mau bolos, mending kalian gak usah kuliah. Duit
dari bapak-emak kalian itu dibikin usaha aja, kalian yang jadi bosnya. Mau
usahanya libur atau tetep masuk, silahkan wong itu usaha milik kalian. Penak
to?
ada orang kayak gini di rumahku udah ku hajar
Ada juga yang minta dilibatkan dalam semua
regulasi kampus. Hmm. Baru tamatan SMA kok nggaya?!
Kalo mau berorganisasi ya berorganisasi aja deh.
Oke setelah pembacaan orasi di halaman
Kepatihan, pendemo ingin agar salah satu wakil rakyat datang menemui mereka. Dengan
sedikit teriakan dari para pendemo, akhirnya salah seorang wakil rakyat keluar
untuk menampung aspirasi pendemo.
Fiuh laper.
Oke, lanjut jalan menuju 0 kilometer. Disini saya
mulai tidak simpatik dengan aksi orang-orang ini. Pertama-tama mereka menutupi separuh
badan jalan padahal saat itu hujan. Macet? Pasti. Otomatis orang-orang yang
pake sepeda motor kewalahan. Di malioboro ndak boleh stop untuk memakai mantol,
pinginnya cepet-cepet sampe rumah tapi kehalang pendemo. Ayolah kawan, ini
jalan raya. Tempat pejalan kaki ada di trotoar.
Setelah mencapai Gedung Agung, orang-orang
ini berjalan sampai menutup seluruh badan jalan. Makin macetlah sudah arus lalu
lintas.
Siapa yang marah-marah kepada mereka karena
menutup jalan? Saya!
Siapa yang teriak-teriak menyuruh mereka membuka
akses jalan? Saya!
Tidak takut mati dihajar para pendemo? Tidak.
Yang saya takutkan adalah saya hidup selamanya.
Jangan dipikir dengan melakukan kesalahan secara komunal dianggap kebenaran.
Selama saya masih di koridor kebaikan, saya
perjuangkan.
Tanggal 28 oktober 2014
Jam 17.15 saya baru pulang dari kampus. Jalanan
lumayan macet hingga pada akhirnya muaaceett ketika saya sampai di Pasar
Beringharjo. Bau-baunya gak enak nih. Mesti ada demo! Whoala benar saja tebakan
saya. Ada kegiatan di 3 titik. Orasi di depan gerbang Gedung Agung, orasi di
trotoar Gedung Agung, Orasi di tengah perempatan kantor pos. Yang paling fuck
itu yang di tengah perempatan kantor pos. Membentuk lingkaran yang cukup besar
sehingga memacetkan arus dari segala arah.
Kok ya ada ya orang kayak mereka? Demo. Memacetkan
jalan. Teriak-teriak. Selo banget
hidupnya. Ha mbok mending lakukan aksi nyata. Gak cuma demo yang merugikan
mobilitas orang lain.
Saat saya melewati keremununan di tengah
perempatan ada pendemo yang berucap “jangan biarkan lolos”, kemudian di ikuti
pendemo lainnya yang bergerak melebarkan lingkaran. Wow. Jadi mungkin maksudnya
kendaraan dilarang ke arah selatan menuju Alun-Alun Utara. Sambil berkendara
pelan saya teriak “Bubar bubar!! Wis maghrib iki!.”
Gak takut dikejar? Ndak.
Kalian tu masih bisa kok kerja nyata. Tuh ada
got yang bisa di bersihkan. Lho siapa tau kalian bisa jadi presiden. Lha wong orang yang sering masuk got aja
bisa jadi presiden kok apalagi kalian nanti yang mau mbersihin got!!
Rv
Waiki asem
ReplyDelete