Di hari yang cerah atau
lebih tepatnya terik tanpa awan yang menghalangi sinar mentari, saat itulah
yang tepat untuk mendinginkan diri di ruang kuliah. Dengan AC yang sejuk dan
sepoi-sepoi hingga membuat tidur. Tangga yang terjal kulewati demi nikmatnya
tidur siang belajar.
Begitu masuk kelas.... Kok
ada penyanyi dangdut pantura disini? Rambut disemir pirang, wajah mengkilap
macam kecoa, alisnya tebel banget kayak aspal Indonesia yang sering ditambal. Wah
jadi keinget artikel saya yang road to pantura.
Ah tak ambil pusing saya
dengan mahasiswi baru itu. Mungkin mahasiswi pindahan seperti saya. hahaha. Curhat
terselubung.
Tapi bedanya, dia baru masuk
udah dikerubungi sama temen2. Lha dulu saya masuk pertama kali, pada ngindarin
saya. Brengsek..
Oke seperti biasa saya ambil
tempat duduk di tengah, posisi tangan sedakep di atas meja, kepala diletakin di
atas tangan. Istimewa banget posisi ini. Sambil nunggu dosen.
Oke. Setelah menunggu sekian
lama, dosennya ternyata berhalangan hadir. Yeeeees...
Hari-hari kuliah seperti
biasa saya jalani. Yang beda adalah ketika ada orang Pantura ini. Menyebalkan sekali
karena sering menyela pembicaraan kawan-kawan yang sedang diskusi ataupun dosen
yang sedang menerangkan. Rasanya pengen saya lempar aja itu anak dari lantai 2.
Toh gak mungkin mati, paling cuma mental-mentul wong lemu kok.
Wuitz. Tapi tunggu dulu. Kenapa
dosen banyak yang kenal sama orang ini? Sebegitu terkenalkan anak ini? Atau hanya
gara-gara rambutnya yang nyentrik para dosen jadi kenal dia? Kalo saya lempar
dia dari lantai 2, saya bakal di lempar dosen gak? Hmmm.
Waktu berlalu dan saya
mendapatkan tugas kelompok berkunjung ke museum Perjuangan satu kelompok dengan
Benny, Tia, Cicil, dan Arawinda. Ada yang belum kesebut? Udah semua kan? Oke. Nama
terakhir itulah nama mahasiswi yang belakangan saya tahu berasal dari Kebumen
dan besar di Pati. Wolha pantas penampilannya macam penyanyi dangdut.
Pulang observasi kami kumpul
dulu di warung depan museum Perjuangan sambil bercengkrama dengan pemandu
museum bang Tampil (museum Sandi) dan pak Amat (museum Perjuangan).
Sambil ngobrol santai saya
mulai tahu ternyata Arawinda ini kerja di UNESCO dan kuliah di Leiden, Belanda,
dengan gratis. Edyan. Iri saya sama orang ini. Umur masih di bawah saya tapi
otaknya luar biasa. Irinya sama persis seperti waktu saya liat vidionya Sungha
Jung di youtube.
Kak Rara, begitu
panggilannya, adalah mahasiswa UNY angkatan 2009 dan mendapatkan beasiswa untuk
studi di Leiden. Ambil Arkeologi di belanda dan dapat kerja pula di UNESCO
dengan gaji yang tidak sedikit serta dinas ke luar negri. Ups keceplosan. Pada
saat makan di warung depan museum, dia yang bayar semua. Dari es teh sampe
makanan. Khusus jus di belin bang Tampil. Padahal saya ambil makannya buaanyak
banget dari nasi, sop, bandeng, galantinnya dua. 4 orang habis 60rb. Ayeee. Jangan
salah ya, kurus-kurus begini tapi kalo makan saya jagoan.
Hmm. Kalo cuma makanan
kayaknya kurang membuktikan ya kalo dia sugih dan sudah berkeliling dunia. Oke.
Hal berikutnya yang bikin saya tercengang adalah ketika dia pergi ke Singapura.
Ah paling hanya bualannya
saja. Itulah yang ada di pikiran saya.
Sepulang dari Lionpura, kak
Rara bawa coklat sama rokok yang gak ada tulisan MEROKOK MEMBUNUHMU. Waiki positif
rokok luar. Oke saya percaya dia staff UNESCO yang tugasnya emang dolan-dolan keliling
dunia. Edan penampilan Pantura tapi kuliah di Belanda. Bahkan akhir-akhir ini
warna rambutnya juga ganti warna jadi ungu. Dia kalo di bawain microphone pasti
cocok banget kayak Mela Barbie atau semacamnya.
Saya tidak bisa bercerita
banyak tentang kisahnya karena saya tidak banyak mendengar kisahnya dan juga
dunia arkeologi itu rahasia sebelum terungkap semuanya.
Well, jangan menilai orang
dari penampilan luarnya, tapi penampilan yang menarik adalah kesan pertama. Saya
menilai kak Rara itu penyanyi Pantura tetapi setelah kenal, dia ternyata
mempunyai otak yang lebih cemerlang dari penyanyi Pantura lainnya. Eeeehhh..
Tunggu kami kak. Kami pasti
bisa menyusulmu pergi ke luar negri asal gak jadi TKI aja.
HNR 2012.
Rv